Sabtu, 28 November 2009

Linda dan Aldo part 4

Pagi-pagi..
BRUUKK..
”Shit!”
Aku kaget saat mendengar ucapan tersebut, ku coba untuk melihat orang yang baru saja kutabrak, tapi sulit, mataku kelilipan bulu mataku sendiri, memang aneh, tapi itulah yang sering terjadi, hampir setiap saat bulu mataku rontok dan menyelip masuk kedalam mataku, kata orang kalau bulu mata rontok berarti ada yang kangen, tapi kalau dipikir-pikir lagi siapa juga yang kangen sama aku sampai segitu seringnya? Harapku, semoga yang kangen sama aku berhenti deh, aku gak mau kelilipan sama bulu mataku sendiri. (Pedenya..)
”Jalan liat-liat dong!” dari suaranya sudah kupastikan dia seorang wanita, tapi tunggu.. kayaknya aku kenal sama pemilik suara itu. Suara yang tinggi, cempreng dan bisa bikin telinga sakit!
Mampus!! Itu pasti kak Deline..
Cepat-cepat kucari bulu mata yang masuk kemataku, dan saat sudah kudapat kujepit dengan telunjuk dan jempol ku, kutarik dan sekarang aku sudah bisa melihat.
”Maaf kak..”
”Dari kemarin lo bikin masalah mulu sama gue, dan dengan gampangnya lo minta maaf?!! Lo liat gak baju gue kena minuman?” dia berteriak dengan suara yang sangat cempreng, dia menunjuk bajunya yang kebasahan, dan astaga.. gak Cuma basah tapi juga kotor, sepertinya minuman itu adalah minuman bersoda yang pewarnanya kelewatan banyak.
”Maaf kak, tadi mata saya kelilipan.”
”Haha (tertawa dengan sangar), kelilipan apa? Mata lo aja yang gak bener!”
”Kelilipan bulu mata kak..” aku malu mengucapkannya.
”What?? Bulu mata? Gila, baru kali ini gue tau bisa kelilipan sama bulu mata sendiri, jangan bohong!!” dia gak percaya pada ucapanku, jelaslah.. kelilipan bulu mata itu ’aneh’.
”Beneran kak, saya minta maaf.”
”Dasar aneh! Mau gue maafin?”
Aku mengangguk pelan.
”Ada syaratnya.” dia tersenyum jahat, aduh.. aku mau diapain??


Aku berlari menuju kelas, berniat kabur dari kerumunan orang, sudah gak ada harga diri lagi depan semua orang, sudah cukup aku dipermalukan, ingin nangis rasanya, sudah kupastikan pipiku memerah, panas..
Saat kutemui kelasku, segera aku masuk dan duduk dibangku yang sudah mau patah, bangkunya bergoyang, dan berdenyit. Ku tutup wajahku dengan kedua tanganku, aku sudah tidak berani melihat dunia, seakan semua yang ada didalamnya tertawa. Coba bayangkan, ternyata seperti yang aku duga dari awal, kak Deline memang akan berbuat yang macam-macam padaku. Ternyata dia menyuruhku berlari keliling lapangan dengan mata tertutup serta tanpa alas kaki, sebenarnya bukan itu yang membuatku malu, tapi yang membuatku sampai merasa tidak ada tempat untuk menaruh wajahku ini adalah saat berlari aku manginjak genangan air dan terpelesetlah aku, rok ku kotor terkena lumpur yang berwarna coklat pekat, mereka semua menertawakanku dan gak cukup itu saja, setelah bangkit aku segera berlari hendak menghindari kerumunan, tapi tololnya aku tidak memperhatikan jalan, dan akhirnya aku menabrak tiang bendera, sakitnya luar biasa, lahir batin!!! Mereka kembali tertawa jauh lebih keras dari yang pertama, dan aku melihat kak Anjar, dan astaga.. dia ikut tertawa! Walau tidak begitu keras. Aku benci sama dia, ku kira dia satu-satunya orang yang peduli sama aku disekolah, ternyata dia sama saja!
Abel menghampiriku, dia duduk disebelahku dan mengusap pundakku dia ingin menenangkanku, datang lagi Icha dan Dery, mereka teman baruku.
”Linda yang sabar ya..”
Aku hanya diam, sungguh aku menangis saat itu.
”Linda udah gak usah dipikirin.” Icha turut berucap.
Akhirnya aku tidak lagi menutup wajahku dengan kedua tanganku, ku tarik nafas dalam-dalam.
”Gimana gak dipkirin? Emangnya yang tadi itu masalah sepele? Itu menyangkut harga diri, dan kalian juga tadi liat kan gimana semua orang ngetawain gue? Malu setengah mati tau gak kalo kalian mau tau!”
”Ya emang sih.. tapi gak usah lo permasalahin lagi, besok juga pasti pada lupa kok.”
”Gue gak yakin.” aku tertunduk.
”Udahlah, kalo menurut gue sih kalo lo dipermaluin kayak gitu jangan dipikirin, pede aja! Anggap aja lo lagi menghibur orang-orang, malah semakin lo kayak gini orang makin ngetawain lo, itu berdasarkan pengalaman gue loh, gue juga sering dipermalukan depan umum.” Dery sedikit manyun, aku ingin tertawa melihat ekspresinya, tapi aku hanya mampu tersenyum, kupukul lengannya dengan lembut. Aku kembali tersenyum..




Aku berjalan menyusuri jalan, mataku menerawang kesegala arah, terkadang ku tatap langit penuh harapan. Kulipat tanganku, sesekali kutendangi batu-batu kecil yang ada dihadapanku. Aku memutar kembali peristiwa saat pulang sekolah, waktu itu aku berpapasan sama kak Anjar, dia tersenyum padaku, aku tidak bisa mengartikan senyumannya saat itu, kupikir dia meledekku dengan kejadian saat aku dipermalukan didepan umum, ya sudah aku kasih saja muka tercuekku padanya, nyesel sih, mungkin saja dia memang mau senyum sama aku? Haduh.. kenapa sih apa yang aku lakuin kayaknya salah melulu? Saat sedang enak-enaknya melamun aku dikagetkan sama seseorang.
”Hayo ngelamun aja!”
Aku menengok, Aldo lagi Aldo lagi..
”Kenapa emang? Ngapain sih lo ikut campur, udah sana jauh-jauh!” aku mendorongnya.
”Yee, jutek amat bu? Biasa aja atuh.” dia manyun.
”Kenapa? Suka-suka gue mau ngapain aja!”
”Sensi amat sih lo sama gue sekarang? Kenapa sih? Gara-gara kejadian yang dilapangan?”
Degg, aku diam beberapa detik, maksud dia apa ngebahas masalah itu? Mau ngeledekin aku, begitu? Semakin panas saja terik matahari yang kurasakan.
”Mau ngeledekin? Silahkan!!” aku menjauhinya.
”Katanya mau diledek, kok malah ngejauh?” dia tersenyum genit, membuatku ingin meninju wajahnya.
”Linda tungguin!! Gue bercanda.”
Terus kupercepat langkahku, dan dia berlari. Sampai akhirnya dia meraih tanganku, kulepas genggamannya.
”Bisa gak sih lo gak ganggu gue sehari aja!”
”Gue gak pernah ganggu lo kok.”
”Hah! Gak pernah? Yang sekarang ini apa namaynya kalo bukan ngeganggu?” aku kembali pergi meninggalkannya, tapi kali ini dia tidak lagi mengejarku, kupikir dia sudah tahu diri.
”Sumpah gue gak pernah punya maksud bikin lo kesel.” Aldo berkata dengan lirih.
Tidak sama sekali kutengok dia, biarkan saja..

0 Comments:

Post a Comment